Pengalaman adalah fenomena. Spirit adalah
semangat. Pengalaman spiritual adalah fenomena yag akan menghantarkan kita pada
semangat untuk bersikap postif.
Secara sederhana pengalaman spiritual adalah
pengalaman-pengalaman yang bisa di dapat oleh objek-objek yang melakukan
ritual-ritual keagamaan. Akan tetapi jika pengalaman-pengalaman ini
dikonotasikan sebagai pengalaman yang
akan diperoleh oleh objek-objek yang melakukan ritual keagamaan, hal ini
akan sangat membatasi.
Jika memang tidak terbatas, maka hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa pengalaman spiritual adalah pengalaman yang
bisa diperoleh oleh orang atau objek-objek yang memiliki kesehatan psikologis
yang optimal.
Abraham Maslow dalam teorinya menggunkan
istilah pengalaman puncak. Yaitu istilah yang digunakan dari hasil
penelitiannya mengenai pengalaman mistikal. Pengalamn ini memiliki beberapa
karakteristik berikut:
a.
Emosi yang
amat kuat dan mendalam hampir sama dengan ektase.
b.
Merasakan
kedamaian atau ketenangan yang mendalam
c.
Merasa
selaras, harmonis, atau menyatu dengan alam semesta.
d.
Merasa
memiliki pemahaman yang mendalam
e.
Merasa
peristiwa tersebut sebagai peristiwa yang yang istimewa dan mustahil untuk
diceritakan.
William James dalam bukunya The varietes of
Religious experinces (ragam pengalaman religius empirik dan ubjektif mengenai
beragam pengalaman manusia yang dihasilkan karena objek tersebut melakukan
ritual keagamannya. Dan efek dari kemunculan pengalaman keagamaan itu adalah
sebuah kebahagiaan.
Pengalaman Spiritual adalah pengalaman disaat
kebermaknaan atas pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki sebelumnya.
Pengalaman-pengalaman tersebut tidak bisa diungkap secara langsung dalam konteks
rasional.
Seseorang yang mampu mendapatkan kebermaknaan
itu adalah seseorang yang mampu mengarahkan hidupnya pada pikiran-pikiran yang
sehat optimal.
Dalam dunia Islam Pengalaman-pengalaman
spiritual terbahasa luas dalam kajian sufisme, dalam dunia tasawuf dikenal
seorang ahli sufi yaitu Al-Ghazali. Al-Ghazali adalah seorang filosof Islam
dari Persia. Secara global, tujuan para sufi adalah Illah, segala sesuatu
terputuskan kecuali mengarahakan hati pada Allah SWT.
Al-Ghazali dikenal dengan konsep Zuhud dan
ma’rifahnya. Praktik para sufi adalah dzikrullah, mengingat Allah SWT secara
total. Al-ghazali hidup dalam kebimbangan antara dunia-akhirat hampir
bertahun-tahun, sampai pada akhirnya Allah SWT menyelamatkan hidup nya. Ia
pergi ke Syam dengan niat berkhalwat tidak kurang dari dua tahun meninggalkan
hiruk-pikuk kehidupan.
Setelah dua tahun, Al-Ghazali merasa tidak
mendapatkan yang ia inginkan, kemudia ia pergi ke Palestina, ia berdo’a di
Mesjid Bait al-Maqdis memohon kepada Allah SWT agar diberi petunujuk
sebagaimana yang telah dianugrahkan kepada para nabi.
Didalam sebuah tulisan Al-Ghazali mengatakan
“saya belum pernah mengalamai ektase total, kecuali beberapa jam saja. Meskipun
demikian, saya terus berharap untuk dapat mencapai keadaan ini. Setiap kali ada
peristiwa yang menyebabkan saya menyimpang, saya berusaha untuk kembali.
Situasi seperti ini saya jalani selama sepuluh tahun.” Bagaimana mungkin anda
bisa mengetahui hakikat para Nabi, jika orang hanya bisa mengetahui apa yang
bisa dia pahami? Akan tetapi, kebahagiaan meluap-luap yang dicapai seseorang
melalui metode para sufi mirip dengan pencerapan langsung, seperti bila
seseorang menyentuh objuek dengan tangannya sendiri”.
Dari pernyataannya bisa disimpulkan bahwa “
pengalaman ketersingkapan diri dengan dirinya adalah pengalaman spiritual yang
berimplikasi spirit – semangat dalam jiwanya jadi positif.
Konsep ma’rifah yang dijdikan sebagai tujuan
akhir dalam pangalaman bertasawufnya bermakna tersingkapnya sesuatu dengan
jelas, sehingga tidak ada lagi ruang untuk ragu-ragu, tak mungkin salah atau
keliru. Disisi lain ia menyebutkan “ ma’rifah ialah mengetahui rahasia Allah
dan peraturan-peraturanNya tentang segala yang ada”.
Baginya mengetahui suatu definisi lebih mudah
dari pada amalan, kemudian untuk mengetahui teori-teori para sufi ia banyak
membaca buku samapi memahami secara benar. Dan kesimpulannya adalah dengan
hanya membaca saja dan mengenal teori atau metodenya, kita belum benar-benar
mengetahui hakikat sebuah ilmu itu. Keistimewaan khusus milik para sufi tidak
mungkin tercapai hanya dengan belajar, tetapi harus dengan ketersingkapan
batin, keadaan rohani serta rehabilitasi tabiat-tabiat yang tercela.
Selain itu, secara umum seperti yang telah
dituliskan di atas jika pengalaman ini bisa diperoleh dengan media agama akan
terlalu sempit dan terbatas. Pada kenyataannya, pengalaman spiritual itu bisa
diperoleh salah satunya dengan Meditasi, Yoga. Meski dalam islam meditasi
diusung secara khusu dalam sholat. Penurut penelitian individu yang melakukan
ritual-ritua tersebut, akan sampai pada puncak ketenangan.
Buku Pegangan Perkuliahan
Psikologi Transpersonal jilid 1, Erba Rozalina Yulianti M.Ag
Jamaes, William, The
Varietes of religion Experiences,
Perjumapaan dengan Tuhan (Ragam Pengalaman Religius Manusia), Mizan, Bandung
2004
Asmaran, Dr,
Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar