Selasa, 20 Desember 2011

Pengalaman spiritual



Pengalaman adalah fenomena. Spirit adalah semangat. Pengalaman spiritual adalah fenomena yag akan menghantarkan kita pada semangat untuk bersikap postif.
Secara sederhana pengalaman spiritual adalah pengalaman-pengalaman yang bisa di dapat oleh objek-objek yang melakukan ritual-ritual keagamaan. Akan tetapi jika pengalaman-pengalaman ini dikonotasikan sebagai pengalaman yang  akan diperoleh oleh objek-objek yang melakukan ritual keagamaan, hal ini akan sangat membatasi.
Jika memang tidak terbatas, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengalaman spiritual adalah pengalaman yang bisa diperoleh oleh orang atau objek-objek yang memiliki kesehatan psikologis yang optimal.
Abraham Maslow dalam teorinya menggunkan istilah pengalaman puncak. Yaitu istilah yang digunakan dari hasil penelitiannya mengenai pengalaman mistikal. Pengalamn ini memiliki beberapa karakteristik berikut:
a.       Emosi yang amat kuat dan mendalam hampir sama dengan ektase.
b.       Merasakan kedamaian atau ketenangan yang mendalam
c.       Merasa selaras, harmonis, atau menyatu dengan alam semesta.
d.       Merasa memiliki pemahaman yang mendalam
e.       Merasa peristiwa tersebut sebagai peristiwa yang yang istimewa dan mustahil untuk diceritakan.
William James dalam bukunya The varietes of Religious experinces (ragam pengalaman religius empirik dan ubjektif mengenai beragam pengalaman manusia yang dihasilkan karena objek tersebut melakukan ritual keagamannya. Dan efek dari kemunculan pengalaman keagamaan itu adalah sebuah kebahagiaan.
Pengalaman Spiritual adalah pengalaman disaat kebermaknaan atas pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki sebelumnya. Pengalaman-pengalaman tersebut tidak bisa diungkap secara langsung dalam konteks rasional.
Seseorang yang mampu mendapatkan kebermaknaan itu adalah seseorang yang mampu mengarahkan hidupnya pada pikiran-pikiran yang sehat optimal.
Dalam dunia Islam Pengalaman-pengalaman spiritual terbahasa luas dalam kajian sufisme, dalam dunia tasawuf dikenal seorang ahli sufi yaitu Al-Ghazali. Al-Ghazali adalah seorang filosof Islam dari Persia. Secara global, tujuan para sufi adalah Illah, segala sesuatu terputuskan kecuali mengarahakan hati pada Allah SWT.
Al-Ghazali dikenal dengan konsep Zuhud dan ma’rifahnya. Praktik para sufi adalah dzikrullah, mengingat Allah SWT secara total. Al-ghazali hidup dalam kebimbangan antara dunia-akhirat hampir bertahun-tahun, sampai pada akhirnya Allah SWT menyelamatkan hidup nya. Ia pergi ke Syam dengan niat berkhalwat tidak kurang dari dua tahun meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan.
Setelah dua tahun, Al-Ghazali merasa tidak mendapatkan yang ia inginkan, kemudia ia pergi ke Palestina, ia berdo’a di Mesjid Bait al-Maqdis memohon kepada Allah SWT agar diberi petunujuk sebagaimana yang telah dianugrahkan kepada para nabi.
Didalam sebuah tulisan Al-Ghazali mengatakan “saya belum pernah mengalamai ektase total, kecuali beberapa jam saja. Meskipun demikian, saya terus berharap untuk dapat mencapai keadaan ini. Setiap kali ada peristiwa yang menyebabkan saya menyimpang, saya berusaha untuk kembali. Situasi seperti ini saya jalani selama sepuluh tahun.” Bagaimana mungkin anda bisa mengetahui hakikat para Nabi, jika orang hanya bisa mengetahui apa yang bisa dia pahami? Akan tetapi, kebahagiaan meluap-luap yang dicapai seseorang melalui metode para sufi mirip dengan pencerapan langsung, seperti bila seseorang menyentuh objuek dengan tangannya sendiri”.
Dari pernyataannya bisa disimpulkan bahwa “ pengalaman ketersingkapan diri dengan dirinya adalah pengalaman spiritual yang berimplikasi spirit – semangat dalam jiwanya jadi positif.
Konsep ma’rifah yang dijdikan sebagai tujuan akhir dalam pangalaman bertasawufnya bermakna tersingkapnya sesuatu dengan jelas, sehingga tidak ada lagi ruang untuk ragu-ragu, tak mungkin salah atau keliru. Disisi lain ia menyebutkan “ ma’rifah ialah mengetahui rahasia Allah dan peraturan-peraturanNya tentang segala yang ada”.
Baginya mengetahui suatu definisi lebih mudah dari pada amalan, kemudian untuk mengetahui teori-teori para sufi ia banyak membaca buku samapi memahami secara benar. Dan kesimpulannya adalah dengan hanya membaca saja dan mengenal teori atau metodenya, kita belum benar-benar mengetahui hakikat sebuah ilmu itu. Keistimewaan khusus milik para sufi tidak mungkin tercapai hanya dengan belajar, tetapi harus dengan ketersingkapan batin, keadaan rohani serta rehabilitasi tabiat-tabiat yang tercela.
Selain itu, secara umum seperti yang telah dituliskan di atas jika pengalaman ini bisa diperoleh dengan media agama akan terlalu sempit dan terbatas. Pada kenyataannya, pengalaman spiritual itu bisa diperoleh salah satunya dengan Meditasi, Yoga. Meski dalam islam meditasi diusung secara khusu dalam sholat. Penurut penelitian individu yang melakukan ritual-ritua tersebut, akan sampai pada puncak ketenangan. 

Buku Pegangan Perkuliahan Psikologi Transpersonal jilid 1, Erba Rozalina Yulianti M.Ag
Jamaes, William, The Varietes  of religion Experiences, Perjumapaan dengan Tuhan (Ragam Pengalaman Religius Manusia), Mizan, Bandung 2004
Asmaran, Dr, Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar